Steve Mandanda: Sang Penjaga Gawang Setia yang Selalu Ada Tapi Jarang Dibicarakan

Kalau ada posisi dalam sepak bola yang jarang dapat apresiasi penuh, itu kiper. Dan dari semua kiper yang pernah main di Eropa selama dua dekade terakhir, Steve Mandanda mungkin adalah yang paling loyal, paling kalem, tapi paling underrated.

Nama besar? Jelas. Karier panjang? Banget. Prestasi? Ada. Tapi karena bukan tipe flamboyan, kariernya sering lewat begitu saja dari perbincangan mainstream.

Mandanda adalah bukti hidup bahwa lo gak harus jadi headline buat jadi legenda.


Awal Karier: Lahir di Kongo, Besar di Prancis, Ditempa dengan Sabar

Steve Mandanda lahir 28 Maret 1985 di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo. Tapi keluarganya pindah ke Prancis saat dia masih kecil. Di sanalah ia tumbuh, belajar sepak bola, dan mengasah insting di bawah mistar.

Awalnya dia bermain untuk Le Havre, klub kecil yang terkenal sebagai penghasil talenta muda (Paul Pogba juga dari sini). Dari situ, bakatnya mulai dilirik klub-klub Ligue 1.


Olympique de Marseille: Rumah Sejati Sang Kiper

Tahun 2007, Mandanda gabung ke Olympique de Marseille, awalnya sebagai pinjaman. Tapi dia langsung nyetel. Bahkan dalam waktu cepat, dia:

  • Menggeser posisi kiper utama sebelumnya
  • Jadi starter tetap
  • Bawa Marseille ke final kompetisi domestik
  • Dikenal sebagai “Il Fenomeno” oleh fans

Dan sejak saat itu, Mandanda nggak pernah benar-benar pergi. Dia jadi kapten, jadi pilar ruang ganti, dan selalu jadi wajah Marseille, bahkan saat mereka lagi susah.


Catatan Gila Mandanda di Marseille:

  • Over 600 penampilan buat OM
  • Punya rekor penampilan terbanyak sepanjang sejarah klub
  • 5 kali juara Coupe de la Ligue
  • 1 kali juara Ligue 1 (2009–2010)
  • Kiper terbaik Ligue 1 sebanyak 5 kali

Dia bukan cuma pemain. Dia adalah bagian dari DNA Marseille. Ketika semua bintang datang dan pergi, Mandanda tetap berdiri di bawah mistar.


Kelebihan Mandanda: Reaksi, Posisi, dan Jiwa Pemimpin

Gaya main Mandanda itu nggak ribet. Dia bukan sweeper keeper kayak Neuer. Dia bukan shot-stopper eksplosif kayak Ter Stegen. Tapi dia:

  • Punya refleks yang gila
  • Selalu ada di posisi yang tepat
  • Jarang bikin blunder fatal
  • Jago baca arah bola dan duel 1v1
  • Punya aura tenang yang bikin bek di depannya percaya diri

Dan yang penting, dia punya leadership alami. Gak perlu teriak-teriak lebay, tapi kehadirannya bikin semua lebih stabil.


Singkat ke Inggris: Crystal Palace yang Nggak Sesuai Ekspektasi

Musim 2016/17, Mandanda sempat coba peruntungan ke Premier League bareng Crystal Palace. Tapi:

  • Dia datang saat manajemen lagi berantakan
  • Cederanya kambuhan
  • Gagal dapat tempat tetap
  • Cuma main 10 laga

Tapi bukannya tenggelam, Mandanda balik ke Marseille musim berikutnya — dan langsung reclaim posisi nomor satu. Seolah-olah bilang, “Gue lebih cocok di sini.”


Timnas Prancis: Bayangan Lloris Tapi Tetap Pahlawan Diam-Diam

Steve Mandanda punya karier internasional yang aneh. Dia:

  • Udah debut sejak 2008
  • Selalu masuk skuad Timnas di ajang besar: Euro, Piala Dunia
  • Tapi hampir selalu jadi kiper kedua atau ketiga di bawah Hugo Lloris

Meskipun begitu, pelatih dan rekan tim selalu nilai tinggi kontribusinya:

  • Dia mentor buat pemain muda
  • Jadi penjaga atmosfer ruang ganti
  • Profesional meski jarang main
  • Bantu jaga persaingan tetap sehat

Dan hasilnya? Dia tetap bagian dari skuad juara dunia 2018. Bahkan sempat main di babak grup.


Mandanda Sekarang: Masih Main, Masih Solid, Masih Relevan

Sejak 2022, Mandanda pindah ke Stade Rennais (Rennes). Banyak yang kira dia bakal jadi kiper cadangan, tapi ternyata:

  • Dia langsung jadi starter
  • Tampil solid di Liga Europa
  • Ngebimbing pemain muda di klub
  • Jaga performa tetap stabil meski usia udah kepala tiga besar

Kiper emang bisa panjang kariernya. Tapi Mandanda nunjukin dia bukan cuma “masih bisa main” — dia masih pantas starter.


Reputasi: Dihormati di Prancis, Diabaikan Dunia Luar

Anehnya, meski kariernya panjang dan stabil, Mandanda jarang dapet penghargaan besar secara global.

Kenapa?

  • Dia main di Ligue 1, bukan Premier League
  • Gak banyak bicara
  • Gak punya “momen ikonik” yang viral
  • Gak pernah jadi bintang media

Tapi justru itu yang bikin dia spesial. Mandanda bukan cari pengakuan. Dia cuma pengen main bagus buat timnya.


Keluarga Kiper: Bukan Cuma Steve

Yang menarik, Mandanda punya tiga adik yang juga semua jadi kiper profesional:

  • Parfait Mandanda – Timnas DR Kongo
  • Riffi Mandanda
  • Over Mandanda

Keluarga Mandanda bisa bikin satu tim sendiri khusus buat jaga gawang. Dan semua berbakat.


Tantangan dan Legacy

Di usia 39 (2024), Mandanda udah bukan lagi prospek jangka panjang. Tapi dia masih punya misi:

  1. Bawa Rennes ke posisi tertinggi
  2. Jadi mentor generasi kiper Prancis berikutnya
  3. Tutup karier dengan status legenda Ligue 1
  4. Mungkin someday balik ke Marseille sebagai pelatih kiper?

Kalau dia pensiun hari ini pun, warisannya tetap kuat.


Kenapa Gen Z Harus Kenal Steve Mandanda?

Karena dia:

  • Bukti kalau konsistensi lebih penting dari viralitas
  • Gak perlu main di klub glamor buat jadi legenda
  • Gak pernah komplain walau jarang jadi nomor satu di timnas
  • Loyal — hal yang makin langka di sepak bola modern
  • Punya career longevity yang patut dicontoh

Steve Mandanda itu kayak tembok yang selalu ada. Nggak ribut, tapi ngelindungin dengan tenang.


Kesimpulan: Mandanda, Tipe Pemain yang Dunia Sering Lupa, Tapi Tim Selalu Ingat

Lo bisa lupa highlight Mandanda. Tapi lo nggak akan bisa lupain stabilitas yang dia kasih. Baik di Marseille, Rennes, atau Timnas Prancis, dia selalu hadir, selalu siap, dan selalu profesional.

Di era sepak bola yang penuh noise, Steve Mandanda adalah bentuk ketenangan, loyalitas, dan keandalan — semua dalam satu sarung tangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *